Polrinews
Perdagangan Ilegal, Polda Riau Buru Dua Buron Pemburu 30 Kg Sisik Trenggiling
 
                                                          
                          
                            
                            
                            
                            
                            SIGAPNEWS.CO.ID - Polda Riau gagalkan upaya pelaku perdagangan ilegal menjual bagian tubuh satwa dilindungi berupa sisik trenggiling sebanyak 30 kilogram.
Upaya ini ditangani oleh tim Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Riau, dengan berhasil menahan satu orang pelakunya inisial Z (49).
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, membenarkan peristiwa penangkapan seorang pelaku perdagangan ilegal sisik hewan yang dilindungi negara, Jumat 31 Oktober 2025.
"Operasi penangkapan pelaku pada Selasa (28/10) malam di Jalan Pembangunan, Kelurahan Labuhan Tangga Besar, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir," ujar Ade.
Ia menjelaskan bahwa penangkapan berawal dari informasi masyarakat yang melaporkan aktivitas mencurigakan terkait jual beli sisik trenggiling di wilayah Bagansiapiapi.
Tim langsung menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyelidikan di lapangan. Saat itu petugas mendapati pelaku membawa karung putih berisi sisik trenggiling.
Pemeriksaan awal, pelaku mengaku memperoleh sisik trenggiling itu dari dua orang berinisial Mail dan Madi, yang kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Kedua pelaku buron itu diduga melakukan perburuan liar trenggiling di hutan wilayah Rokan Hilir, dengan cara menjerat dan membunuh satwa, lalu memisahkan sisiknya, menjemur hingga kering, dan menjualnya kepada para penampung," terang Ade.
Dari tangan pelaku petugas menyita barang bukti berupa satu karung putih berisi 30 kilogram sisik trenggiling, yang merupakan bagian tubuh satwa dilindungi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang telah diperbarui melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024.
"Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf f jo Pasal 21 Ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp5 miliar," pungkas Ade.
Editor :Helmi

 
                      
                        
                       
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		           
		          